Jejak Konglomerat Iran Agen Mossad dan Misteri Virus Stuxnet
Nama Habib Elghanian kembali menjadi perbincangan di kalangan sejarawan dan pakar keamanan siber Iran. Pengusaha kaya raya keturunan Yahudi ini dahulu dikenal sebagai pelopor industri plastik modern di Iran dan pernah menjabat sebagai ketua komunitas Yahudi di Teheran pada dekade 1960-an hingga 1970-an.
Pada masa pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlavi, Elghanian memainkan peran penting dalam membawa teknologi Barat masuk ke Iran. Ia bahkan membangun pabrik plastik terbesar dan tercanggih di Teheran, Plasco, dengan bantuan teknisi Israel. Langkah ini kala itu dipuji, namun kelak menjadi awal petaka baginya.
Di balik gemerlap usahanya, Elghanian ternyata aktif menjalin kontak dengan para pejabat Israel. Ia disebut-sebut berinvestasi besar di negara tersebut dan turut menggalang dana bagi tentara Israel, yang kala itu tengah berkonflik dengan Palestina.
Pada 1975, Shah Iran sempat menjebloskan Elghanian ke penjara atas dugaan korupsi. Namun, yang paling mengejutkan terjadi usai Revolusi Islam 1979, saat Elghanian kembali ke Teheran. Pemerintah baru yang dipimpin Ayatollah Khomeini melanjutkan penyelidikan lebih dalam dan terbukti berkolaborasi dengan Mossad atau mata-mata Zionis.
Tuduhan terhadap Elghanian meliputi spionase, korupsi ekonomi, dan kolaborasi dengan musuh negara. Dalam sidang kilat yang hanya berlangsung dua puluh menit, ia dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi keesokan paginya.
Elghanian menjadi warga sipil dan Yahudi pertama yang dieksekusi oleh pemerintahan Islam Iran pasca-revolusi. Seluruh hartanya disita negara, dan prosesi pemakamannya kala itu nyaris tanpa pelayat, karena warga ketakutan terhadap kemungkinan pembalasan.
Eksekusi tersebut memicu gelombang eksodus massal komunitas Yahudi Iran, khususnya yang telah terpapar ideologi Mossad. Sekitar 75% dari 80.000 Yahudi Iran kala itu memilih meninggalkan negara yang telah mereka tinggali selama ribuan tahun.
Di tengah kekacauan itu, jenazah Elghanian sempat ditahan pemerintah. Baru setelah campur tangan Kepala Rabbi Yedidia Shofet, jasadnya dimakamkan secara diam-diam di Pemakaman Yahudi Beheshtieh Teheran tanpa nisan bertuliskan penyebab kematiannya.
Beberapa dekade berselang, kisah Elghanian kembali mencuat setelah munculnya malware canggih Stuxnet yang menyerang fasilitas nuklir Iran pada 2010. Pakar keamanan menemukan angka misterius “19790509” dalam kode virus tersebut.
Angka itu, yang berarti 9 Mei 1979, bertepatan persis dengan tanggal eksekusi Elghanian. Meski pakar Symantec memperingatkan agar tidak berspekulasi, kode itu diduga sebagai sinyal identifikasi sistem yang seharusnya tidak terkena dampak virus.
Spekulasi tentang kaitan Stuxnet dengan Elghanian berkembang luas. Banyak yang meyakini bahwa insiden eksekusi ini meninggalkan luka mendalam di lingkaran Zionis internasional, hingga menjadi inspirasi balas dendam diam-diam di ranah siber.
Stuxnet berhasil merusak ribuan sentrifugal pengayaan uranium Iran tanpa meninggalkan jejak langsung. Diduga kuat, virus ini diciptakan oleh kolaborasi dinas intelijen Israel dan Amerika Serikat sebagai bagian dari Operasi Olympic Games.
Walau tidak pernah terbukti secara resmi, banyak analis meyakini bahwa simbolisme angka 19790509 di Stuxnet merupakan pesan tersembunyi bagi rezim Teheran, mengingatkan peristiwa eksekusi Elghanian.
Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi pemerintah Iran tentang bahaya pengkhianatan internal. Elghanian, yang dahulu dielu-elukan, ternyata punya loyalitas ganda yang membahayakan negara dalam jangka panjang.
Sejak itu, Iran memperketat pengawasan terhadap jaringan bisnis dan individu yang dicurigai memiliki hubungan dengan Israel. Pemerintah juga semakin giat mengembangkan kemampuan siber domestik sebagai langkah antisipasi.
Hingga kini, nama Habib Elghanian masih jadi simbol pengkhianat di Iran. Sementara di luar negeri, sebagian kelompok Yahudi mengenangnya sebagai martir ekonomi dan korban revolusi. Keturunan keluarganya kini menjadi konglomerat di Israel dan AS.
Sementara Stuxnet dikenang sebagai senjata siber paling canggih yang pernah menyerang infrastruktur sebuah negara, dengan kisah kelam di balik deret angka yang hingga kini masih diperdebatkan maknanya.
Sejarah telah mencatat, pengkhianatan satu orang bisa membawa konsekuensi besar, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi bangsa dan generasi sesudahnya.
Presiden Iran saat itu, Mahmoud Ahmadinejad, akhirnya mengakui bahwa fasilitas nuklir negaranya pernah menjadi korban serangan siber. Dalam sebuah pernyataan resmi, Ahmadinejad menyebut bahwa sejumlah sentrifugal di fasilitas pengayaan uranium Iran mengalami kerusakan akibat serangan virus komputer. Pernyataan tersebut menjadi kali pertama pemerintah Iran secara terbuka membenarkan adanya gangguan teknis akibat serangan digital pada program nuklir nasionalnya.
Para pakar keamanan siber dunia segera mengidentifikasi bahwa virus yang dimaksud tidak lain adalah Stuxnet, sebuah worm komputer canggih yang saat itu dianggap sebagai senjata siber paling berbahaya di dunia. Stuxnet dirancang khusus untuk menargetkan sistem industri berbasis perangkat lunak SCADA buatan Siemens, yang digunakan di fasilitas pengayaan uranium Iran. Virus ini mampu memanipulasi kecepatan rotasi sentrifugal secara diam-diam, hingga merusaknya tanpa terdeteksi operator.
Stuxnet mulai mencuat ke publik sekitar tahun 2010 ketika keberadaannya ditemukan oleh perusahaan keamanan siber Symantec. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa virus tersebut sangat kompleks, melibatkan lebih dari 20 ribu baris kode dan kemampuan untuk menyembunyikan aktivitasnya dari sistem keamanan biasa. Diduga kuat, Stuxnet dikembangkan melalui kerjasama intelijen Amerika Serikat dan Israel dalam operasi rahasia bernama Olympic Games.
Pengakuan Ahmadinejad saat itu memperkuat dugaan bahwa Iran memang menjadi target perang siber internasional yang sistematis melalui 'orang dalam' yang telah disusupi Mossad. Meskipun kerusakan akibat Stuxnet disebut berhasil diatasi, insiden ini menjadi tamparan berat bagi keamanan siber Iran dan mempercepat pengembangan unit pertahanan digital dalam negeri. Iran pun menuduh negara-negara Barat dan Israel berada di balik serangan tersebut.
Sejak saat itu, isu Stuxnet terus menjadi perbincangan dalam berbagai forum keamanan dunia. Serangan ini tidak hanya merusak infrastruktur nuklir Iran, tetapi juga membuka era baru dalam peperangan modern, di mana senjata digital bisa menimbulkan kerusakan fisik pada instalasi penting tanpa satu peluru pun ditembakkan. Hingga kini, Stuxnet tetap menjadi studi kasus penting dalam dunia keamanan siber dan geopolitik global.
Post a Comment