Dampak Dukungan Banten untuk Kemerdekaan Amerika terhadap Geopolitik di Sumatera
Sejarah Nusantara tak hanya diwarnai oleh kisah antarkerajaan di wilayah kepulauan, tetapi juga memiliki jejak keterlibatan dalam dinamika politik global. Salah satu cerita menarik datang dari abad ke-18, ketika Kesultanan Banten disebut-sebut pernah memberikan dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat dari Inggris. Dukungan ini bukan hanya berupa simpati, tetapi juga berbentuk pinjaman emas yang jumlahnya mencapai ribuan ton.
Kabarnya, Sultan Allioedin yang kala itu memimpin Banten, secara resmi mengakui pemerintahan George Washington. Bahkan disebut-sebut, Sultan Allioedin adalah raja pertama di Asia yang mengakui posisi Washington sebagai pemimpin Amerika Serikat. Pengakuan ini tentu saja membuat pihak Inggris murka, sebab saat itu Inggris tengah berusaha keras meredam pemberontakan di tanah jajahan mereka di Benua Amerika.
Dukungan dari Kesultanan Banten menjadi pukulan diplomatik yang menyakitkan bagi Inggris. Negeri Ratu Elizabeth itu merasa dikhianati oleh salah satu mitra dagang lama mereka di wilayah Nusantara. Imbasnya, hubungan Inggris dengan Banten pun memburuk, dan dalam waktu tak lama, kekuatan Kesultanan Banten mulai melemah akibat tekanan politik dan ekonomi dari pihak kolonial.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk memperluas pengaruh mereka di wilayah barat Nusantara. Sementara itu, Inggris mulai memindahkan fokus ekspansi ekonomi dan militernya ke wilayah lain di Sumatra. Sejak 1724, Inggris sudah bercokol di Bengkulu, namun pasca keretakan hubungan dengan Banten, perhatian Inggris ke wilayah Sumatra pun makin intensif.
Pada tahun 1779, Inggris bahkan berhasil mengusir VOC dari pantai barat Sumatra. Hal ini memperlihatkan betapa seriusnya Inggris dalam memperkuat basisnya di kawasan tersebut sebagai kompensasi atas kekalahan diplomatik di Amerika dan memburuknya hubungan dengan Kesultanan Banten.
Memasuki awal abad ke-19, tepatnya pada 1817, Pemerintah Hindia Belanda mencoba kembali menguasai pantai barat Sumatra. Namun, Inggris saat itu masih memegang kendali kuat di wilayah itu, terutama di Padang, di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles. Situasi ini membuat Belanda harus berhati-hati dalam menempatkan pejabat kolonialnya, yang sementara hanya sebatas Asisten Residen di Tapanoeli.
Situasi perdagangan dan politik di Sumatra kian memanas ketika Inggris mulai mendapat konsesi wilayah di Singapura pada 1819. Sebelumnya, pada 1816, Inggris juga telah memiliki Pulau Penang. Kedua wilayah ini kemudian menjadi titik penting dalam strategi perdagangan Inggris di Asia Tenggara, menggantikan posisi Banten yang kini melemah.
Di tahun 1822, Inggris menggelar ekspedisi di pantai timur Sumatra. Salah satunya dipimpin oleh John Anderson yang mengunjungi berbagai kawasan termasuk Deli. Saat itu, Deli tengah dalam situasi ‘genjatan senjata’ dengan orang Batak eks penduduk Kerajaan Aru di pedalaman.
Konflik ini sebelumnya dipicu oleh perang antara Sultan Mangedar Alam, yang didukung Kesultanan Siak, melawan kerajaan-kerajaan huta di sekitarnya.
Anderson dalam catatannya menyebut bahwa Inggris sempat meminjamkan senjata ke pasukan Melayu dalam konflik tersebut. Langkah ini menunjukkan bahwa Inggris tak hanya membangun jaringan dagang di Sumatra, tetapi juga mulai memainkan peran dalam konflik lokal demi memperkuat posisi mereka di kawasan tersebut.
Lebih jauh, Anderson memahami pentingnya posisi eks penduduk Kerajaan Aru di pedalaman sebagai pemasok komoditas penting dunia, seperti lada, rotan, kemenyan, hingga benzoin. Ia bahkan mencatat bahwa pada 1823, ekspor lada dari Sumatra ke Penang mencapai 35.000 pikul, jumlah yang jauh melampaui angka ekspor pada 1817 yang hanya 1.800 pikul.
Dalam ekspedisinya, Anderson mengunjungi kepala suku di berbagai wilayah, termasuk di Boeloe Tjina yang dipimpin oleh Sultan Ahmed. Ia juga menemukan sisa perkebunan lada di kawasan Klumpang dan mencatat adanya peningkatan produksi yang signifikan. Hal ini mempertegas betapa pentingnya kawasan Sumatra Timur dalam jaringan perdagangan regional saat itu.
Selain Boeloe Tjina, Anderson juga menyambangi Bandar Kwalooh yang dihuni sekitar 1.200 jiwa penduduk, serta Bandar Beelah dan Bandar Panei. Ketiga bandar ini menjadi simpul penting perdagangan komoditas lokal ke pasar internasional. Inggris tentu melihat potensi besar dari kawasan ini untuk menggantikan basis perdagangan mereka di wilayah Banten.
Ketegangan politik di Sumatra pun tak terelakkan. Kaum Padri yang beraliran puritan sejak awal abad ke-19 mulai menunjukkan perlawanan terhadap pengaruh kolonial, baik Belanda maupun Inggris. Organisasi ini yang bermula di Minangkabau, bahkan telah merambah ke wilayah Mandailing, menandakan potensi perlawanan yang lebih luas di Sumatra.
Di sisi lain, Inggris dan Belanda akhirnya sepakat mengatur ulang wilayah kekuasaan mereka melalui Traktat London 1824. Perjanjian ini menetapkan tukar guling Bengkulu milik Inggris dengan Malaka milik Belanda. Sejak saat itu, Inggris mulai berangsur meninggalkan pantai barat Sumatra dan fokus mengembangkan The Strait Settlements: Penang, Singapura, dan Malaka.
Tahun 1825, Pemerintah Hindia Belanda pun memindahkan pusat pemerintahannya di pantai barat Sumatra dari Tapanuli ke Padang. Keputusan ini diambil demi memperkuat kontrol atas wilayah yang baru saja ditinggalkan Inggris, meski harus berhadapan dengan perlawanan kaum Padri yang telah memiliki basis kuat di daerah tersebut.
Peristiwa ini menunjukkan bagaimana keputusan Kesultanan Banten mendukung kemerdekaan Amerika berimbas panjang hingga ke Sumatra. Inggris yang kehilangan pijakan di Banten memindahkan fokus kekuatannya ke Sumatra Barat dan Timur, memanfaatkan konflik lokal dan potensi perdagangan yang besar untuk memperkuat posisi mereka di Asia Tenggara.
Dari kisah ini, terlihat bahwa keputusan diplomatik satu kerajaan Nusantara bisa berdampak luas secara geopolitik, bahkan hingga memengaruhi peta kekuasaan kolonial di wilayah kepulauan. Ini menjadi bukti bahwa sejarah Nusantara tak lepas dari jalinan peristiwa global yang membentuk wajah Asia Tenggara hingga hari ini.
Dibuat oleh AI, baca info lain
Post a Comment