Reza Pahlavi Serukan Pemberontakan Rakyat Bantu Mossad Sabotase Iran dari Dalam
Ketegangan politik di Iran kembali memanas setelah Reza Pahlavi, putra mendiang Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi, menyerukan rakyat Iran untuk melakukan pemberontakan nasional. Dalam sebuah video yang dirilis Selasa lalu, Reza menyatakan bahwa pemerintahan Ali Khamenei sudah di ambang kehancuran dan rakyat harus segera mengambil alih kendali negeri tersebut. Seruan ini sontak memicu kecaman di dalam negeri, termasuk dari kelompok oposisi yang menolak campur tangan asing.
Dalam pernyataannya, Reza Pahlavi secara terang-terangan mengajak rakyat Iran untuk melawan pemerintah yang sejalan dengan upaya Mossad sebagaimana diakui Israel melakukan sabotase terhadap fasilitas strategis pemerintah Iran, guna mempercepat kejatuhan Republik Islam. Sebuah manuver yang dinilai berbahaya di tengah konflik Iran-Israel yang semakin memanas.
Reza Pahlavi bukan nama baru dalam percaturan politik anti-pemerintah Iran di luar negeri. Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki hubungan dekat dengan Israel. Pada April 2023 lalu, ia bahkan melakukan kunjungan resmi ke Israel, disambut oleh Menteri Intelijen Gila Gamliel dan bertemu langsung dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu serta Presiden Isaac Herzog. Momen ini dianggap mempertegas keberpihakan Pahlavi kepada rezim Zionis.
Di sejumlah pertemuan kelompok pendukungnya di luar negeri, bendera Israel kerap berkibar berdampingan dengan bendera Iran versi pra-revolusi. Kondisi ini memperlihatkan betapa eratnya hubungan antara kelompok pro-Pahlavi dengan Israel, meskipun di saat bersamaan dukungan global terhadap Israel merosot tajam akibat tragedi kemanusiaan di Gaza.
Sejarah kedekatan Pahlavi dengan Israel sudah berlangsung sejak era Shah Mohammad Reza Pahlavi. Iran merupakan salah satu negara pertama yang mengakui berdirinya Israel pada 1950. Meskipun sempat dicabut oleh Perdana Menteri Mossadegh pada 1951, hubungan itu kembali dijalin setelah kudeta CIA pada 1953 yang menggulingkan Mossadegh dan mengembalikan Shah ke tampuk kekuasaan.
Hubungan Iran-Israel di era Pahlavi bahkan berkembang ke sektor minyak, militer, dan intelijen. Salah satu proyek strategis yang dibangun bersama adalah jalur pipa minyak Eilat-Ashkelon yang dirancang untuk memasok minyak Iran ke Israel tanpa melewati Terusan Suez. Iran kala itu menjadi penyuplai utama minyak bagi Israel di tengah embargo negara-negara Arab.
Dalam bidang keamanan, kerja sama intelijen juga sangat intensif. SAVAK, dinas rahasia Iran yang dikenal represif di era Pahlavi, dibentuk atas bantuan langsung CIA dan Mossad. Organisasi ini bertugas memburu para aktivis Islam dan nasionalis yang menentang hubungan Iran dengan Barat dan Israel.
Dari sisi ideologi, dinasti Pahlavi kerap mempropagandakan bahwa identitas Iran sejati adalah warisan pra-Islam dan menganggap agama Islam sebagai warisan penjajahan Arab. Narasi ini masih terus digunakan oleh Reza Pahlavi dan para pengikutnya untuk menyudutkan kelompok Islamis dan pendukung Palestina di dalam negeri.
Dukungan Reza Pahlavi terhadap Israel bahkan tak surut di tengah genosida yang dilakukan militer Zionis di Gaza. Dalam berbagai pernyataan, ia justru menyalahkan Iran atas konflik Palestina dan menyebut Hamas serta Jihad Islam sebagai “alat rezim Tehran” di kawasan. Pernyataan ini menuai kecaman luas di Iran yang memiliki sejarah panjang solidaritas terhadap perjuangan Palestina.
Dalam sebuah wawancara pasca operasi “Banjir Al-Aqsha” oleh Hamas, Reza Pahlavi menyatakan bahwa solusi atas konflik di Gaza bukan hanya melawan Hamas, tetapi juga menghancurkan Iran sebagai sumber “penyakit terorisme di Timur Tengah.” Sikap ini makin menegaskan posisi Pahlavi sebagai figur anti-Palestina yang mendukung penuh agenda Zionis.
Di sisi lain, seruan Reza Pahlavi untuk bekerja sama dengan Mossad demi sabotase internal Iran memunculkan kekhawatiran baru di kalangan aparat keamanan Iran. Beberapa pejabat intelijen Iran menyebut langkah itu sebagai bentuk pengkhianatan yang bisa mengancam stabilitas nasional di saat negara tengah menghadapi serangan terbuka dari Israel.
Pemerintah Iran saat ini memperketat pengawasan terhadap potensi infiltrasi intelijen asing dan aktivitas kelompok loyalis Pahlavi di dalam negeri. Beberapa akun media sosial yang diduga berafiliasi dengan kelompok ini sudah diblokir, sementara operasi kontra-intelijen dilakukan di berbagai sektor strategis.
Masyarakat Iran sendiri menunjukkan respons beragam. Sebagian besar mengecam seruan Reza Pahlavi dan menyebutnya sebagai upaya menyeret negeri mereka kembali ke masa kelam kediktatoran pro-Barat. Di sisi lain, kelompok kecil di diaspora Iran yang anti-pemerintah justru memuji langkah tersebut sebagai jalan menuju perubahan.
Seruan Pahlavi ini terjadi di tengah situasi kawasan yang makin tidak stabil. Perang udara antara Iran dan Israel belum menunjukkan tanda mereda. Setiap hari ledakan terdengar di Teheran dan beberapa kota lain. Pemerintah Iran mengklaim tetap mampu mengendalikan situasi dan siap membalas agresi Israel kapan pun.
Pemerintah Turkiye yang sejak awal menawarkan diri sebagai mediator antara Iran dan Israel belum menerima respons resmi dari Teheran. Beberapa analis menyebut, jika eskalasi terus berlanjut dan Amerika atau sekutunya terlibat langsung, Iran bisa saja menggandeng Rusia dan Turkiye untuk meredam ketegangan.
Namun, seruan Reza Pahlavi yang kini seakan terang-terangan mengajak rakyat Iran membantu Mossad justru bisa mempersulit jalur diplomasi. Langkah tersebut dipandang dapat memecah opini publik Iran dan menyulut ketegangan internal yang berujung instabilitas nasional di tengah ancaman eksternal.
Kondisi ini memicu kekhawatiran komunitas internasional. Beberapa negara menyerukan agar pihak asing tidak memperkeruh situasi di Iran. PBB pun meminta agar kekuatan regional menahan diri dan tidak memanfaatkan situasi geopolitik untuk agenda masing-masing.
Di tengah badai geopolitik ini, Reza Pahlavi dan pendukungnya justru semakin terpojok di mata publik Iran. Upaya mereka yang didukung Zionis dinilai gagal membaca aspirasi rakyat yang tetap konsisten mendukung perjuangan Palestina dan menolak intervensi asing dalam urusan domestik Iran.
Post a Comment