Pakpak Bharat Pusat Dakwah Islam Kuno di Sumatera Utara yang Terlupakan
Pakpak Bharat, sebuah kabupaten di wilayah Sumatera Utara, kembali mencuri perhatian kalangan sejarawan dan pemerhati budaya. Hal ini menyusul ditemukannya sejumlah situs pemakaman kuno bercorak Islam di kawasan Lae Meang. Temuan ini bukan hanya menambah daftar kekayaan cagar budaya daerah, tapi juga membuka wacana baru tentang peran strategis Pakpak Bharat dalam sejarah penyebaran Islam di pedalaman Sumatera Utara.
Situs pemakaman Islam di Lae Meang terdiri atas beberapa makam tua yang diperkirakan berasal dari beberapa lapisan peradaban dari berbagai kurun waktu. Batu nisan di kompleks ini didominasi oleh tulisan kaligrafi Arab dan ornamen khas budaya Pakpak, sebuah paduan unik yang jarang ditemukan di kawasan pegunungan Pakpak atau tanah Batak lainnya. Beberapa nisan bahkan memuat nama-nama berunsur Islam memperkuat dugaan adanya komunitas Muslim kuno di wilayah tersebut.
Keberadaan situs pemakaman Islam ini menantang narasi lama yang selama ini lebih memusatkan perhatian pada wilayah pesisir sebagai pusat dakwah di Sumatera. Biasanya, jalur dakwah Islam di Sumatera diyakini menyebar dari pelabuhan-pelabuhan seperti Barus, Pasai, dan Tapanuli Selatan. Namun, temuan di Pakpak Bharat menunjukkan bahwa dakwah Islam ternyata juga menjangkau kawasan pedalaman pegunungan jauh sebelum masa kolonial.
Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat sendiri mengaku sangat bangga dengan temuan tersebut. Bahkan, baru-baru ini Pakpak Bharat menerima anugerah sebagai salah satu kabupaten dengan komitmen pelestarian cagar budaya dari Gubernur Sumatera Utara saat itu, Edy Rahmayadi. Penghargaan ini diterima langsung oleh Wakil Bupati Pakpak Bharat, H Mutsyuhito Solin Dr MPd dalam sebuah seremoni di Deli Serdang.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati menegaskan bahwa pelestarian benda dan situs bersejarah di Kabupaten Pakpak Bharat merupakan hasil kerja sama erat antara pemerintah daerah dan masyarakat setempat. “Ini adalah upaya bersama yang harus terus kita lanjutkan demi menjaga warisan leluhur tanah Pakpak,” ujarnya.
Selain situs pemakaman Lae Meang, Pakpak Bharat juga memiliki berbagai peninggalan sejarah lainnya seperti Batu Mejan, Situs Eluh Brru Tinambunen, dan beberapa situs pemukiman kuno di kawasan pegunungan. Semua ini menjadi bukti bahwa wilayah Pakpak memiliki sejarah panjang dan peradaban lokal yang dinamis.
Upaya pelestarian ini tidak hanya berupa pemugaran fisik, tapi juga penelitian sejarah dan arkeologi. Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sejarawan, arkeolog, dan budayawan lokal untuk mengungkap latar belakang dan konteks sejarah dari setiap situs yang ditemukan.
Festival budaya dan diskusi sejarah pun rutin digelar guna membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga warisan leluhur. Salah satunya adalah saat pelaksanaan Festival Pancur Gading di Deli Serdang, di mana semangat pelestarian budaya disuarakan bersama oleh seluruh kabupaten di Sumatera Utara, termasuk Pakpak Bharat.
Dari data awal yang dihimpun oleh tim peneliti, pemakaman di Lae Meang memiliki gaya arsitektur nisan yang mirip dengan nisan-nisan Islam kuno di Barus, sebuah kota pelabuhan tua yang sudah dikenal sebagai pintu masuk Islam di Nusantara sejak abad ke-9 Masehi. Kesamaan ini memperkuat dugaan bahwa ada jaringan dakwah yang menjangkau Pakpak Bharat dari pesisir barat Sumatera.
Dari beberapa fakta itu, wajar jika banyak yang menganggap bahwa Pakpak Bharat kemungkinan besar menjadi salah satu pusat dakwah Islam di pedalaman Sumatera Utara pada masa lampau. Hal ini ditandai dengan ditemukannya pemukiman kuno san didukung oleh sejarah lisan lokal.
Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Utara saat ini tengah mengupayakan pendataan ulang dan penggalian lebih lanjut di sekitar kawasan tersebut. Mereka berharap dapat menemukan artefak pendukung lain seperti sisa bangunan masjid, kitab kuno, atau benda ritual yang bisa mengungkap lebih detail tentang komunitas Muslim kuno di Pakpak Bharat.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi saat itu dalam sambutannya ketika menyerahkan penghargaan di Festival Pancur Gading menegaskan pentingnya menjaga situs-situs bersejarah seperti ini. “Perjuangan kita melestarikan sejarah dan budaya Sumatera Utara harus terus digelorakan demi generasi mendatang,” tegasnya.
Banyak pihak berharap situs pemakaman Lae Meang dapat ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya nasional agar mendapatkan perlindungan dan perhatian lebih luas. Selain itu, situs ini berpotensi besar dikembangkan menjadi destinasi wisata sejarah dan religi, yang tentunya akan memberi dampak ekonomi positif bagi masyarakat sekitar.
Dari sisi akademis, penemuan ini membuka peluang bagi penulisan ulang peta sejarah Islamisasi di Sumatera. Jika selama ini perhatian lebih tertuju pada pesisir barat dan timur Sumatera, kini wilayah pedalaman seperti Pakpak Bharat mulai masuk dalam diskusi serius kalangan sejarawan.
Lebih jauh, upaya pelestarian yang dilakukan Pemkab Pakpak Bharat juga menjadi contoh inspiratif bagi daerah lain di Sumatera Utara. Dengan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, pelestarian situs sejarah bukan hanya tentang benda mati, tapi juga menjaga identitas, cerita, dan jati diri sebuah daerah.
Kisah tentang kemungkinan Pakpak Bharat sebagai pusat dakwah Islam kuno di pedalaman Sumatera ini masih terus ditelusuri. Namun, satu hal yang pasti, warisan budaya seperti situs pemakaman Lae Meang bukan sekadar peninggalan, tapi jendela sejarah yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Post a Comment