Header Ads

Kamp Rukban di Suriah Ditutup, Saatnya Bangun Kehidupan Baru


Kabar penutupan Kamp Rukban di perbatasan Suriah-Yordania-Irak menjadi tonggak penting dalam perjalanan panjang konflik Suriah pasca Musim Semi Arab. Kamp yang selama satu dekade lebih menjadi tempat perlindungan ribuan pengungsi itu akhirnya resmi ditutup setelah para penghuninya kembali ke kampung halaman masing-masing.

Pemerintah Suriah menyatakan bahwa penutupan Kamp Rukban menandai awal dari upaya sistematis untuk membongkar kamp-kamp pengungsi lainnya yang masih tersisa di berbagai wilayah. Seiring dengan itu, pemerintah berjanji akan terus memfasilitasi pemulangan warga serta perbaikan infrastruktur di desa-desa asal para pengungsi.

Selama bertahun-tahun, Kamp Rukban menjadi simbol penderitaan akibat perang yang berkepanjangan. Terletak di gurun tandus dekat pangkalan militer strategis Al-Tanf, kamp ini pernah dihuni sekitar 10 ribu orang, mayoritas berasal dari pedalaman Homs dan Hama yang dulu dilanda konflik hebat.

Kini setelah ditutup, pemerintah diharapkan tidak hanya memfokuskan perhatian pada pengungsi yang kembali, tetapi juga pada warga lokal non-pengungsi di sekitar kamp. Infrastruktur desa-desa sekitar perlu diperbaiki agar tidak terjadi ketimpangan pasca keberadaan kamp yang begitu lama.

Rumah-rumah darurat dari tanah liat dan bangunan semi permanen yang dulu dibangun oleh para pengungsi pun bisa dimanfaatkan. Salah satu usulan menarik yang mulai mengemuka adalah menjadikan area bekas kamp Rukban sebagai museum terbuka.

Museum ini nantinya dapat menjadi monumen sejarah untuk mengenang babak kelam pasca Musim Semi Arab, sekaligus menyampaikan pesan tentang pentingnya perdamaian dan ketahanan masyarakat sipil menghadapi konflik. Kisah ribuan orang yang bertahan di gurun tanpa air bersih dan listrik layak tidak boleh dilupakan.

Selain Rukban, dalam enam bulan terakhir sejumlah kamp pengungsi kecil di wilayah utara Suriah juga telah ditutup. Ribuan keluarga dilaporkan sudah kembali ke rumah masing-masing setelah desa mereka dipugar dan sebagian besar kawasan dinyatakan aman.

Namun kondisi di beberapa bekas kamp masih menyisakan persoalan. Tidak semua pengungsi bisa kembali karena rumah mereka masih rusak atau desa asal belum sepenuhnya aman dari sisa konflik dan ranjau. Sekolah dan fasilitas umum di bekas kamp pun kini tidak berfungsi.

Sejumlah pengungsi juga memilih bertahan karena terikat pekerjaan sementara di area kamp atau karena belum mendapat kepastian kapan rumah mereka selesai dipugar. Hidup tanpa bantuan logistik reguler membuat mereka rentan dari sisi ekonomi maupun kesehatan.

Agar kondisi ini tidak berlarut, pemerintah Suriah perlu mengambil langkah cepat dengan mengonsolidasikan para pengungsi yang masih bertahan dalam satu lokasi sementara. Dengan begitu, distribusi bantuan, layanan kesehatan, dan pendidikan anak-anak bisa lebih terorganisir.

Di sisi lain, para pengungsi yang menunggu kepulangan harus diberi kepastian tentang status rumah mereka. Percepatan proyek rehabilitasi desa asal menjadi kunci untuk menyelesaikan sisa permasalahan pengungsi internal di Suriah.

Penutupan Kamp Rukban juga menjadi momen refleksi bagi negara-negara kawasan yang sempat terlibat dalam konflik Suriah. Isu pengungsi tidak hanya soal keamanan, tetapi juga soal kemanusiaan, rekonsiliasi, dan pembangunan kembali masa depan bersama.

Hamzah Mustafa, Menteri Penerangan Suriah, menyebut bahwa berakhirnya Kamp Rukban adalah akhir dari babak tragis yang dibuat oleh perang dan awal dari rekonsiliasi nasional. Ia menegaskan bahwa negara akan terus membongkar sisa kamp lain sampai semua warga kembali ke rumahnya.

Mustafa juga menyerukan agar tragedi kemanusiaan seperti Rukban tidak terulang di masa depan. Ia menilai penting untuk membangun negara baru yang cukup luas dan terbuka untuk semua kelompok tanpa terkecuali.

Dibangun pada 2014, Kamp Rukban dulunya menampung warga yang mengungsi dari kawasan timur Homs dan Hama. Terletak dekat pangkalan militer Al-Tanf yang dikuasai pasukan AS dan tentara Suriah, kamp ini kerap menjadi titik panas ketegangan geopolitik.

Kini, setelah bertahun-tahun menjadi simbol nestapa, wilayah itu punya peluang untuk bertransformasi. Pengembangan kawasan, pendirian museum memorial, dan restorasi desa-desa sekitar bisa menjadi proyek kemanusiaan besar pasca perang.

Upaya ini penting agar pengalaman buruk akibat perang tidak hilang begitu saja dan bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang. Kamp Rukban harus menjadi peringatan bahwa perang membawa penderitaan tak hanya bagi yang terlibat, tapi juga bagi rakyat sipil tak berdosa.

Langkah ini sejalan dengan pernyataan pemerintah yang ingin membangun Suriah baru yang dapat menampung semua warganya. Sebuah negeri yang menjunjung rekonsiliasi, penghormatan terhadap korban perang, serta menjaga sejarah agar tragedi serupa tidak terulang di tanah Arab mana pun.

Dibuat oleh AI, baca selanjutnya
Powered by Blogger.