Asal Usul Gelar Wan dan Perbedaannya
Gelar kebangsawanan di Nusantara memiliki sejarah yang panjang dan kaya makna. Salah satunya adalah gelar Wan, yang hingga kini masih banyak ditemukan dalam masyarakat Melayu, khususnya di Malaysia, Thailand Selatan, dan sebagian Indonesia. Gelar ini kerap disandang oleh pria maupun wanita sebagai tanda penghormatan dalam lingkungan bangsawan.
Sejarah mencatat, gelar Wan pertama kali dikenal luas saat disandang oleh Cik Siti Wan Kembang, seorang ratu legendaris yang memerintah Kelantan pada tahun 1610. Ia adalah seorang putri dari keturunan bangsawan Pahang. Dari sinilah tradisi pemberian gelar Wan mulai menyebar ke berbagai wilayah Melayu, terutama di Semenanjung Tanah Melayu.
Namun, gelar Wan tak hanya terkait dengan keturunan bangsawan lokal saja. Dalam sejarahnya, terdapat pula keturunan Ahlul Bait atau zurriyat Nabi Muhammad SAW yang menyandang gelar serupa. Di kalangan Arab-Melayu Nusantara, keturunan Rasulullah SAW biasanya menggunakan gelar Syed, Syarif, Sharifah, atau Habib.
Seiring waktu, beberapa keturunan Ahlul Bait yang berhijrah ke kawasan Melayu, khususnya ke Sarawak dan Kelantan, mulai menggunakan gelar Wan. Hal ini menyebabkan terjadinya kekeliruan di kalangan masyarakat, karena tidak semua yang bergelar Wan adalah keturunan Rasulullah SAW.
Di sisi lain, anak perempuan dari keturunan Ahlul Bait lazimnya diberi gelar Syarifah atau Sharifah. Sedangkan di Kelantan, anak perempuan yang lahir dari keluarga bergelar Wan pun akan tetap menyandang gelar tersebut tanpa membedakan asal-usul nasabnya.
Perbedaan ini menjadi persoalan tersendiri ketika generasi sekarang mulai menyadari pentingnya pelestarian garis keturunan yang jelas. Banyak keturunan Ahlul Bait di Malaysia yang ingin kembali menggunakan gelar Syed, Syarif, atau Habib, agar tidak tercampur dengan keturunan bangsawan lokal semata.
Secara adat, seseorang yang beribu Tengku dan berayah orang kebanyakan pun dapat menggunakan gelar Wan. Ini menjadikan gelar Wan lebih bersifat sosial kebangsawanan daripada penanda garis keturunan Ahlul Bait. Kondisi inilah yang kemudian membingungkan masyarakat awam.
Dalam tradisi keislaman Melayu, keturunan Rasulullah SAW memiliki kedudukan mulia. Mereka dipercaya membawa keberkahan dan kesinambungan ilmu keislaman yang murni. Karena itu, penyebutan gelar Ahlul Bait seperti Syed dan Habib menjadi identitas penting yang harus dijaga.
Di Sarawak, sejarah mencatat kehadiran beberapa keturunan Rasulullah yang bergelar Wan, hasil pernikahan antara Ahlul Bait dan wanita bangsawan tempatan. Akibatnya, keturunan mereka menyandang gelar Wan secara turun-temurun.
Berbeda dengan itu, keturunan Cik Siti Wan Kembang di Kelantan juga menggunakan gelar Wan, namun mereka berasal dari keturunan bangsawan tempatan, bukan dari garis zurriyat Nabi Muhammad SAW. Hal ini perlu diketahui masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengenali asal-usul seseorang.
Sejumlah keluarga keturunan Rasulullah di Malaysia kini tengah melakukan penelusuran nasab melalui silsilah yang tercatat dan pengakuan ulama setempat. Ini dilakukan untuk memastikan kejelasan garis keturunan serta menentukan penggunaan gelar yang tepat sesuai syariat dan adat.
Para keturunan Ahlul Bait yang bergelar Wan mulai berpikir untuk menukarkan kembali gelar mereka ke Syed atau Habib demi menjaga kemurnian identitas. Langkah ini disambut baik oleh banyak pihak, termasuk para ulama dan lembaga nasab resmi.
Sejumlah organisasi keturunan Rasulullah di Nusantara juga mulai aktif menginventarisasi kembali keturunan Ahlul Bait di wilayah Melayu. Tujuannya tak lain untuk mencegah pencampuradukan gelar kebangsawanan tempatan dengan gelar keturunan Nabi Muhammad SAW.
Dalam budaya Melayu, penghormatan terhadap keturunan Rasulullah begitu tinggi. Bahkan dalam beberapa tradisi, kehadiran seorang Habib atau Syed dianggap membawa keberkahan bagi kampung yang mereka kunjungi. Karena itu, identitas mereka sangat dijaga.
Sebaliknya, gelar Wan yang berasal dari keturunan Cik Siti Wan Kembang lebih bersifat kebangsawanan lokal. Meski dihormati, namun tidak disamakan derajatnya dengan keturunan Ahlul Bait dalam urusan keagamaan maupun adat.
Masyarakat Melayu di Semenanjung, Sarawak, dan Indonesia pun diimbau agar memahami sejarah gelar Wan ini. Selain untuk menjaga akurasi sejarah, hal ini juga bertujuan menghormati keturunan Rasulullah SAW yang memang memiliki hak khusus dalam tradisi Islam.
Pentingnya memahami asal-usul gelar Wan juga berkaitan erat dengan upaya pelestarian budaya dan adat Melayu. Sejarah panjang gelar ini tidak boleh diabaikan begitu saja, karena menjadi bagian dari identitas Melayu di Nusantara.
Meski demikian, baik keturunan bangsawan tempatan maupun keturunan Ahlul Bait yang bergelar Wan tetap memiliki posisi terhormat dalam masyarakat Melayu. Perbedaan nasab seharusnya tidak menjadi pemecah, melainkan pengetahuan yang memperkaya warisan budaya dan keagamaan Nusantara.
Dibuat oleh AI, lihat info lain
Post a Comment